DPR Tunggu Surat dari Organisasi Pers untuk Minta Pertanggungjawaban Dewan Pers dalam Kasus Wartawan Yusuf

Politisi Partai Gerindra, Biem Benyamin (dok. KM)
Politisi Partai Gerindra, Biem Benyamin (dok. KM)

JAKARTA (KM) - Meninggalnya wartawan Mohamad Yusuf di tahanan di Kalimantan Selatan, yang diduga buntut dari rekomendasi Dewan Pers, menyisakan luka yang mendalam bagi insan pers. Yusuf ditangkap pada Maret lalu terkait pemberitaan yang diangkatnya tentang penggusuran terhadap masyarakat oleh PT. MSAM joint PT. Inhutani II dalam membuka perkebunan sawit di wilayah Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Pemberitaannya di harian Sinar Pagi Baru tersebut dianggap telah melanggar UU ITE.

Menurut Anggota Komisi I DPR RI Biem Benyamin, kalau aturan Dewan Pers merugikan masyarakat, maka harus direvisi. “Semua ada aturannya dan semua harus untuk kepentingan masyarakat. Kalau aturan-aturan Dewan Pers itu tidak sesuai dan merugikan masyarakat, harus direvisi,” kata politisi Gerindra itu.

“Kita di Komisi I sebagai mitranya Dewan Pers tentunya sangat concern, ketika ada kekeliruan harus kita sampaikan untuk segera direvisi,” lanjutnya.

“Kita di Komisi I siap dimana kita sebagai penyambung pihak-pihak yang terkait dan akan kita panggil dan akan kita minta pertanggungjawabannya, tentunya kita melihat dari permasalahannya seperti apa,” ujar Biem saat ditemui Kupas Merdeka, Senin 16/7, Kompleks DPR RI, Jakarta.

Lebih jauh Anggota Komisi I DPR itu mengatakan, “nanti kalau surat-surat yang akan disampaikan oleh beberapa organisasi pers ke Komisi I kita akan panggil, jadi kita tunggu surat masuk ke Komisi I,” tandas Biem.

Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Suriyanto mengatakan, seharusnya Dewan Pers sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap organisasi pers nasional bisa memberi perlindungan dan pengayoman dari segala bentuk kriminalisasi akibat karya jurnalistik, yang oleh pihak-pihak tertentu dianggap tidak mengenakkan ketika suatu penyimpangan diberitakan.

“Tapi yang terjadi justru Dewan Pers memberi rekomendasi agar Muhammad Yusuf yang mengungkap kasus penyimpangan tersebut dijerat dengan UU ITE, bukan merujuk pada UU Pers,” kata Suriyanto.

Menurut Ketua Sekber Pers Nasional tersebut, segala bentuk kriminalisasi terhadap wartawan harus dihentikan, “karena sudah melanggar HAM dan merupakan kejahatan kemanusiaan.”

“Akibat rekomendasi pencabut nyawa yang dilakukan Dewan Pers, PWRI bersama belasan organisasi pers yang tergabung dalam Sekretariat Bersama Pers Indonesia telah mengumpulkan fakta-fakta yang nantinya akan kami laporkan ke Komnas HAM, PBB, DPR, Presiden, Menkopolhukam dan Polri, untuk ditindak lanjuti. Dari rekomendasi tersebut, akan terlihat kebenaran. Kami sudah menurunkan TPF untuk mengusut kasus tersebut, jauh sebelum PWI. Untuk mengungkap kasus itu, kami bekerja mandiri, professional, dan didukung teman-teman yang tergabung dalam Sekber Pers Nasional,” sambungnya.

“Dewan Pers harus bertanggung jawab, jangan terkesan cuci tangan, dan membiarkan persoalan ini bergulir begitu saja,” tandasnya.

Sementara itu, pihaknya mengaku bahwa data yang sudah dikumpulkan terkait kasus meninggalnya Yusuf sudah hampir lengkap. “Insya Allah sudah mendekati selesai, sudah hampir 98%, dan pada saat yang tepat data-data tersebut nantinya akan kita laporkan agar masyarakat tahu dan melihat kebenaran. Mana yang benar dan mana yang dzolim nanti akan terlihat,” ucapnya.

Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*