KUPAS KOLOM: Untuk Pemilu yang Berkualitas, Mestinya Gaji Panwas Disetarakan UMR
Oleh: Adri Zulpianto, S.H.*
Banyaknya tugas dan kewajiban Panitia Pengawas Pemilu tingkat kecamatan yang diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 11 Tahun 2017 dan Nomor 12 tahun 2017 dirasakan tidak sesuai dengan honor yang mereka terima. Setelah terbentuknya Panitia Pengawas Pemilu tingkat kecamatan oleh Pengawas Pemilu Tingkat Kabupaten/Kota, honor panitia pengawas tingkat kecamatan hanya rata-rata di batas Rp.1.500.000,-/bulan.
Dalam menyambut masa pemilu, pembentukan tim pengawas telah rampung dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu, dari peraturan hingga tingkatan operasional tugas dan kewajiban. Badan Pengawas Pemilu membentuk Panitia Pelaksana Pengawas Pemilu di tingkat Provinsi, Kabupaten maupun Kota bahkan hingga tingkat kecamatan dan kelurahan.
Namun, ada yang menarik untuk ditelaah lebih mendalam terkait dengan honor yang diberikan kepada para pengawas pemilu di tingkat kecamatan yang tugas dan kewajibannya bersinggungan langsung dan dekat dengan masyarakat. kedekatan ini menimbulkan indikasi kecurangan-kecurangan yang akan terjadi, misalnya, ada indikasi terkait dengan jual-beli data suara pemilih.
Bukan tanpa alasan, jual beli data tersebut bisa saja terjadi dalam proses pemilu, hal ini bisa disebabkan oleh minimnya pendapatan yang dihasilkan dari kinerja, tugas, dan kewajiban yang harus dilaksanakan para pengawas pemilu.
Para pengawas pemilu melaksanakan kewajiban tanpa batas waktu di setiap harinya, bahkan di tanggal merah sekalipun, pengawasan pemilu harus tetap berjalan. para pengawas pun harus siap siaga setiap harinya, bahkan dalam 24jam. beratnya beban ini terasa tidak dapat ditutup dengan Rp. 1.500.000,-/bulan tanpa ada tambahan hitungan untuk honor lembur, dan kenyataan ini akan berbanding terbalik jika dibandingkan dengan Upah Minimum Regional.
Upah Minimum Regional yang berada di batas minimal Rp. 2,800,000 dan dibatas maksimal Rp.3,500,000 ini membuat ketimpangan sosial yang nyata di tengah geliat masa-masa politik yang terus menggema. Karena, pemilihan Pimpinan Daerah yang dilakukan selama 5 tahun sekali ini hanya dibebankan sebesar Rp. 1.500.000,- lalu dengan apa kita mempertaruhkan nasib warga banyak di setiap kota, kabupaten, bahkan provinsi ini selama 5 tahun?
Bagi sebagian besar masyarakat, Rp.1.500.000 bisa jadi merupakan nominal yang besar, akan tetapi, nasib 5 tahun seluruh warga masyarakat Indonesia, tidak dapat diberikan harga di bawah UMR. karena, UMR yang dekat dengan hitungan hasil capaian daerah berdasarkan perkembangan daerah, merupakan tolok ukur pendapatan bagi tumbuh kembang industri bagi para karyawan, lalu, apakah pemilu tidak menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga menjadi suatu yang sah-sah saja bila pengawas pemilu di hargai jauh dibawah UMR?
Mestinya, untuk menjamin kualitas Pemilu di setiap daerah, panitia pengawas pemilu yang dibebankan dengan tugas-tugas berdasarkan keputusan Badan Pengawas Pemilu dapat dioptimalkan, guna mengurangi dan mengantisipasi kecurangan-kecurangan yang akan terjadi di kemudian hari.
Kendati demikian, tingginya honor pun tidak menjamin pemilu bersih dari kecurangan, apabila seluruh warga masyarakat tidak diikut sertakan secara aktif untuk terus mengawasi proses kegiatan pemilu di setiap daerah.
*Direktur Kajian dan Analisa Kebijakan di Lembaga Kajian dan Analisa Keterbukaan Informasi Publik (KAKI PUBLIK)
Leave a comment