Pungli, Gratifikasi dan Mark-Up: Realisasi DD dan ADD di Desa Negeri Ouw Saparua Diduga Sarat Penyimpangan

Alokasi Dana Desa
(Ilustrasi)

AMBON (KM) -  Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) di tahun anggaran 2015 dan 2016 di Desa Negeri Ouw, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, terindikasi ada penyelewengan. Masyarakat setempat melaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon Cabang Saparua atas tindakan penyalahgunaan dana desa pada 16 Mei 2016. Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) kemudian melakukan investigasi langsung ke Negeri Ouw dan ditemukan sejumlah indikasi penyalahgunaan yang dilakukan oleh oknum perangkat desa.Tengah.

Pihak Kejari menemukan indikasi adanya gratifikasi kepada oknum-oknum pemerintah Desa Negeri Ouw, sementara Kades berinisial JCSsejak 30 Oktober 2015 bersama stafnya masih menjabat sampai saat ini.

Terkait kasus tersebut, aktivis dari “Pemuda Reformasi Negeri Ouw” mengaku melakukan koordinasi dan hasil dari penyelidikan yang diinformasikan kepada pihaknya adalah bahwa telah didapatkan banyak temuan pelanggaran terkait penyelewengan anggaran.

“Ironisnya, ternyata hasil laporan yang disampaikan oleh Pjs Kades Negeri Ouw dan staf adalah fiktif. Kemudian mengaitkan sejumlah data dengan fakta di lapangan yang jelas-jelas sangat bertentangan, seperti pekerjaan jalan setapak sepanjang 300 meter dan lebar 1,5 meter dibuat tanpa adanya pemasangan papan proyek. Patut diduga jalan setapak di Negeri Ouw ini tidak sesuai dengan yang direncanakan dalam RKPN,” ungkapnya.

Diapun menjelaskan, pembayaran harga tukang yang menurut RKPN sebesar Rp. 29 juta namun dipotong Rp. 5 juta sehingga yang dibayar hanya sebesar Rp. 24 juta. Begitu pula, semua belanja material dipotong dan tidak sesuai dengan RKPN, termasuk pembagian dana pemberdayaan kepada pengrajin gerabah sebesar Rp. 500.000 + bunga 10 persen, kelompok usaha kecil Rp 400.000 + bunga 10 persen.

“Jadi pengembaliannya masing-masing Rp 550.000 dan 450.000, termasuk pembagian jaring kepada kelompok nelayan tidak tepat sasaran karena diberikan kepada tukang kayu dan batu dan sejumlah indikasi penyelewengan lainnya,” ujarnya.

Menurut pengakuan sumber, pihaknya bersama tim penyidik Kejaksaan tidak hanya semata-mata membangun kerjasama tetapi juga berkomitmen bahwa masalah ini harus diproses hingga tingkat persidangan di pengadilan. Namun anehnya, hingga saat kini permasalahan ini tidak pernah diproses.

Bahkan kini berkembang pula isu yang disebarkan oleh oknum istri dari kaur setempat yang juga tenaga pendidik pada lembaga pendidikan SD Negeri 1 Ouw.

“Katanya ada pemberian uang terkait dana ADD 2015 ke pihak Kejaksaan Negeri Ambon Cabang Saparua sebesar Rp. 13 juta lewat perantara bersama Pjs, dan sejumlah pihak yang tidak jelas tujuan untuk apa,” sambungnya.

Masih kata sumber, ketika laporan pertanggungjawaban penggunaan dana ADD 2015 diserahkan ke Kabupaten disertai dokumentasi, pihak Kabupaten juga tidak pernah meninjau langsung ke lokasi apakah benar ataukah fiktif. “Hal ini terulang kembali pada pencairan dana ADD 2016 dimana pada tahap I, ada pemberitahuan lewat papan informasi yang ada di kantor negeri meskipun tidak terperinci,” ucap sumber.

Namun pada tahap ke II dan III, tidak ada transparansi kepada masyarakat alias siluman. Dirincikan pula, pada pencairan ADD 2016, pembangunan infrastruktur yang dilakukan hanya berupa pembuatan jalan setapak sepanjang 400 meter dalam 2 lokasi berbeda masing-masing 200 meter yang dibuat tanpa adanya pemasangan papan informasi proyek. “Juga sama kondisinya tidak diketahui berapa nilai anggarannya alias bisa dikatakan fiktif kan?” jelasnya.

Belum lagi adanya pembangunan sekolah PAUD yang punya pribadi dan Danaya dimasukkan dalam RKPN ADD 2016 sebesar Rp 59 juta yang sekarang telah diserahkan ke pihak negeri. Selain, pembagian dana pemberdayaan kepada pengusaha kecil sebesar Rp 1 juta dengan pemotongan Rp.10 ribu yang jelas mengindikasikan adanya pungli,” kata dia.

Begitu pula pembagian minyak tanah per orang satu drum dengan kapasitas muat 200 liter namun pada kenyataannya minyak yang diterima bervariasi. Ada yang 60 atau 70 liter dan masih banyak temuan yang jika dilihat langsung ke lokasi. Atas fakta ini, sumber meminta pihak terkait khususnya institusi hukum Kejaksaan di negeri berjuluk Seribu Pulau ini untuk tidak mendiamkan kasus indikasi penyelewengan DD – ADD baik 2015 maupun 2016.

Menurut praktisi hukum, Jefri Luanmase, untuk regulasi Pengelolaan Keuangan Desa (PKD), Kepala Desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat Desa yang ditunjuk. Perbuatan penyalahgunaan Keuangan Desa seperti penyalahgunaan Alokasi Dana Desa (DD) merupakan perbuatan yang dilarang. “Apabila dilakukan, pejabat maka yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. Dalam hal sanksi administratif tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian,” kata dia.

Dia pun menjelaskan, dalam Pasal 11 PP No 60/2014, formulasi penentuan besaran Dana Desa (DD) per Kabupaten cukup transparan yakni dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Namun, pada PP yang baru, yakni Pasal 11 PP No 22/2015, formula pembagian dihitung berdasar jumlah desa, dengan bobot sebesar 90 persen. Sisanya,10 persen dihitung menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. “Meski kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, namun ketika pejabat negara tersebut mengambil kebijakan dengan sengaja menguntungkan orang lain atau melawan hukum, maka bisa disebut korupsi,” tegasnya.

“Jadi kebijakan tidak bisa dikriminalisasi, tidak bisa kebijakannya (diusut) tetapi yang harus diusut hukum adalah yang membuat kebijakan itu. Itu ada unsur-unsur yang memenuhi atau tidak? Kalau ada, maka itu masuk wilayah Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Temtang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  (“ UU 31/1999”) sebagaimana diubah oleh Undang- Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang- undang No 31 tahun 1999 tentang tindak Pidana Korupsi  dimana ada ancaman pidana bagi orang yang menyalahgunakan wewenangnya yang berakibat dapat merugikan Keuangan Negara,” jelas Jefri.

“Untuk diketahui, dalam hal ini, siapa pun dia, baik petinggi/pejabat yang terlibat ataupun yang berusaha mengintervensi untuk melindungi serta meloloskan para pelaku kejahatan yang telah melanggar hukum harus diproses hukum. Karena mereka secara tidak langsung telah merampas hak masyarakat kecil yang berhak menerima dan menikmati bantuan dari negara,” tutup praktisi hukum itu.

Reporter: Jefri Luanmase/red
Editor: HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*