Komisi III DPR: Komisioner Komnas HAM Harus Perhatikan Juga Pelanggaran HAM oleh KPK

JAKARTA (KM) – Fit and Proper Test untuk komisioner Komnas HAM yang dilakukan oleh DPR Komisi III sampai kemarin sore 2/10 masih berlangsung.
Seperti yang disampaikan anggota Komisi III, Eddy Kusuma Wijaya, secara keseluruhan dari 14 orang yang mengikuti seleksi, hanya 7 orang yang akan dipilih nanti untuk diajukan ke paripurna, setelah itu diserahkan kepada Pemerintah untuk dilantik.
“Tinggal 2 orang lagi yang harus kita seleksi besok,” ujar Eddy saat ditemui KM Senin 2/10 di ruang kerjanya, Kompleks Parlemen, Jakarta.
“Kita berharap siapapun yang terpilih nanti, betul-betul mereka yang memahami Hak Asasi Manusia dan yang berkaitan juga dengan penegakan hukum, baik di masa sekarang maupun di masa yang akan datang,” ucap politisi PDIP itu.
Eddy meyakini, selama ini penegakan HAM belum sepenuhnya berjalan sesuai yang diharapkan masyarakat, seperti banyak contoh kasus-kasus HAM di masa lalu yang belum tertangani.
“Apalagi sekarang penegak hukum itu cenderung melakukan pelanggaran HAM, kasus HAM-HAM berat masa lalu pun sampai sekarang tidak jelas penanganannya,” tegas Eddy .
“Ini yang perlu diantisipasi, hingga nanti kita mencari orang nih betul-betul, yang maksudnya itu agak vokal dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia,” Eddy berujar.
Menurut Eddy, contohnya, kasus-kasus HAM yang lalu terkesan oleh pihaknya “kurang detail” dalam memperhatikan pelanggaran-pelanggaran HAM, terutama dalam hal penegakan hukum.
“Misalnya, pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh KPK, tidak ada suara sama sekali dari Komnas HAM yang lalu, oleh karena itu kita butuh orang yang betul-betul menjiwai HAM itu secara menyeluruh, dan betul-betul pejuang HAM, sehingga mereka bersuara, berjuang, dan bekerja atas nama HAM,” terang mantan jenderal polisi itu.
Adapun Komisioner Komnas HAM yang telah diseleksi Komisi III DPR kemarin yakni Sandriyati, Rohiatul Aswidah, Amiruddin, dan Chairansyah.
“Terkait latar belakang mereka, semua memang berlatar belakang dan punya pengetahuan HAM, namun yang kita temui rata-rata belum menjiwai HAM,” lanjutnya.
“Terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan terkait HAM masa lalu dan bagaimana tanggapan mereka dalam melihat kasus-kasus HAM masa lalu.”
Eddy mencontohkan, “Misalnya G 30 S PKI, terus bagaimana misalnya terhadap kasus-kasus separatis, bagaimana dia melihat kasus Ambon, separatis Papua, terus bagaimana dia melihat kasus misalnya kasus di Banyuwangi dulu, ya seperti kasus contohnya kasus Kuda Tuli, kemudian bagaimana mereka melihat kasus-kasus yang berkaitan dengan isu-isu di masyarakat adat, dan yang berkaitan dengan penegak hukum yang melanggar HAM. Nah ini, kesannya kan mereka jarang bersuara, kurang vokal. Kita perlu orang yang kerjanya vokal, menguasai HAM, apa bila perlu agak revolusioner kerjanya.”
Eddy menerangkan bahwa “lawan” dari pada Komisioner HAM cukup berat, yaitu para pelaku pelanggaran HAM berat. “Kalau nggak dilawan sama orang-orang yang mengetahui tentang HAM betul dan masalah hukum dengan benar, punya jiwa untuk memperjuangkan HAM dengan tinggi, ya sulit melawannya,” tandas Eddy.
Reporter: Indra Falmigo
Editor: HJA
Leave a comment