Budayawan Jambi Sayangkan Keengganan Pemkot Jambi untuk Dukung “Lacak Jambi”

Datuk Zainul, budayawan dan pengrajin batik Jambi (dok. KM)

JAMBI (KM) – Kota Jambi terakhir ini sering diguyur hujan, tapi tak membuat sejuk budayawan lokal yang juga seniman batik yang kondang disebut-sebut sebagai Datuk Lacak dari Tanah Seberang Kota Jambi, Danau Teluk Solok Sipin.

Betapa tidak, kerja kerasnya bersama rekan-rekan sesama pengrajin batik dan songket Jambi serta-merta terusik akibat kicauan elit di pemerintah kota Jambi yang terkesan enggan bersinergi dengan pimpinan tertinggi pemerintah Provinsi Jambi Gubernur Zumi Zola Zulkifli dalam meramaikan, mempopulerkan dan menjadikan Lacak Jambi sebagai ciri khas Jambi mendampingi Tengkuluk yang sudah lebih dulu populer di masyarakat.

Dunia maya pun ikut bergolak, dengan aksi protes lewat komentar dan status netizen Jambi, sebut saja akun Chudori Bae yang menyebut “Anak-anak dan para remaja Jambi ini begitu bangga pakai lacak yang dulu hanya dipakai oleh orang-orang yang merasa dirinya paling dihormati, paling tinggi stratanya, pangkatnya, gelarnya dsbnya. Yang saya khawatir, kebanggaan yang dengan susah payah dipopulerkan dan ditanamkan dalam hati mereka, justeru akan sirna oleh ulah kelompok2 penentang berpikiran sempit akibat perbedaan sikap politik. Sementara para pemakai lacak sangat tulus dan bangga mencintai budaya Jambi sebab mereka hidup di Jambi dan merasa orang Jambi. Bagi mereka, lacak adalah simbol budaya, bukan simbol politik. Lalu kenapa ada yang gerah dengan hasil kreasi anak muda itu? Adakah yg merasa dirugikan oleh lacak?? Maaf, sayapun pakai lacak bukan karena ada tujuan politik. Apalagi lacak bukan terbuat dari kulit babi..!!,”

Lain lagi komentar dari pemilik akun Dahler Atukk. ”Dimano bumi dipijak, di situ langit dijunjung….. Lacak, merupakan salah satu Budaya daerah Jambi, jadi klo ado orang2 yang dak suko dengan Budaya tsb apo biso disebut seperti Benalu? sejenis parasit yang numpang di pohon kayu, yang pada akhirnya pohon itu sendiri mati dihisap/dibuatnya ? yahhh….. mudah2an si Benalu itu bukan si pengambil kebijakan di Jambi ini.”

Sementara itu akun M. Hasan AR berkata, “kami bertiga di Hotel Sultan Jakarta mengenakan Lacak, tiba-tiba disapa rekan-rekan dari Kemendagri yang hadir disana “Dari Jambi ya ?”..”

“Pak Gubernur dan Ibu Sherin sudah all out untuk memperkenalkan Jambi lewat identitas diri yang asli milik kita, yang mungkin tak banyak lagi yang tersisa, sebut saja buah duku, disebut orang duku Palembang, duren, bahkan tempoyak. Mana yang disebut punya Jambi? Kecuali PJ [pakaian bekas] ya disebut orang PJ Jambi. Yang lain mana?” ujar budayawan Datuk Zainul geram, saat ditemui KM kemarin.

“Bukan sekedar identitas diri kita, tapi ini sangat berdampak dengan denyut nadi transaksi UKM pengrajin songket dan batik yang seharusnya Pemkot, Dekranasda kota men-supportnya secara nyata, lha kalo nak pake identitas kedaerahan kito dewek harus pulo pake payung hukum dulu, matilah. Kecuali beliau setuju dan menindaklanjuti instruksi Gubernur, sambil itu dipersiapkan payung hukumnya, mungkin kita bisa menerima,” lanjut Datuk.

Ada 25 pengembangan/kreasi Lacak yang dikembangkan Datuk Zainul bersama-sama para pengrajin songket dan batik, dari 3 sumber asli Lacak Jambi yang dikembangkan, yakni Lacak Pucuk Rebung, Kepak Ayam Patah dan Lacak Gagak Hinggap. “Dari ini kita kembangkan lagi yang nama-namanya kita ambil dari nama-nama Pahlawan Jambi, seperti Raden Mattaher, Sultan Thaha, Tun Telanai, dan sebagainya. Tak semua Lacak kreasi itu buatan saya, tidak. Ada juga yang dibuat oleh pengrajin yang lain, dan pada umumnya mereka yang membuat sendiri datang menemui saya sekedar untuk meminta saran atau nasehat juga, bagi saya silahkan saja kawan-kawan mau membuat sendiri, tapi jika itu menggunakan batik, saya berpesan agar menggunakan bahan batik Jambi yang asli, artinya batik yang dibuat oleh para pengrajin Jambi dengan ciri khasnya batik tulis dan cap, tapi bukan batik dengan corak Jambi tapi dibuat di daerah lain, dan bukan printing.”

Lebih lanjut Datuk Zainul menceritakan awal mula dirinya merespon keinginan Gubernur Zumi Zola untuk ikut mempopulerkan dan memasyarakatkan lacak ini.

“Nah, keinginan Gubernur Zumi Zola saat puncak Hari Koperasi Nasional 21 Juli tahun lalu, dimana waktu itu Bapak Presiden RI Joko Widodo menanyakan kepadanya perihal Lacak yang saya pakai bersama rekan-rekan pengrajin dan juga beberapa petugas pameran waktu itu. ‘Ini yang dipakai namanya apa?’ Tanya Bapak Presiden kepada saya, saya jawablah ini namanya Lacak, ciri khas penutup kepala laki-laki masyarakat Jambi. Lalu Pak gubernur menyampaikan kepada Bapak Presiden bahwa Lacak asli milik masyarakat Jambi  ini akan kita masyarakatkan. Dan sebagaimana yang kita lihat, Pak Gubernur membuktikan ucapannya dan sekarang booming hingga di tingkat nasional,“ lanjutnya.

Disinggung apakah tema Lacak Jambi ini pernah diseminarkan, baik di lembaga adat maupun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Datuk Zainul mengatakan belum pernah, tapi dirinya pernah menjadi pembicara/narasumber masalah Lacak Jambi ini yang diselenggarakan oleh Lembaga Adat dan Pemkab Batanghari di ruang Pola Bupati Batanghari bulan lalu.

Terakhir, Datuk berharap polemik ini tak mempengaruhi minat masyarakat untuk terus bersama-sama membesarkan, mempopulerkan penggunaan Lacak dan juga tengkuluk di kalangan masyarakat Jambi dimanapun berada, dan kepada para pengambil kebijakan, agar dapat merespon dan mengamankan antusias masyarakat ini agar sinergitas baik dari Pemprov ke Pemkot/Pemkab dan juga ke masyarakat bisa berjalan seiring dengan harmonis.

Repoter : Deny
Editor : HJA

Komentar Facebook

Leave a comment

Your email address will not be published.


*